Tuesday, March 1, 2016

TARI SOYA SOYA SENI TRADISIONALO MALUKU


Soya-soya tari tradisional dari Maluku




        Bocah itu menari lincah, berputar ke sana kemari. Tangan kanannya menggenggam ngana-ngana, pedang dari bambu berhias- kan daun palem kering. Sedang yang kiri membawa salawaku (perisai).  Anak berusia sekitar enam tahun itu tentu bukan ingin berkelahi, meski dia membawa perlengkapan perang. Dia salah satu penari Soya-soya dalam pem- bukaan Festival Legu Gam di Ternate.  Soya-soya tercipta pada kepemimpinan Sultan Baa- bullah, Sultan Ternate ke-24. Gerakannya ‘garang’, sa- ngat pas disebut sebagai tarian pengobar semangat pasca-tewasnya Sultan Khairun, Sultan Ternate. Saat itu, Soya-soya dimaknai sebagai perang pem- bebasan Ternate dari Portugis. Dimulai dari penyer- buan ke Benteng Nostra Senora del Rosario (Benteng Kastela), di ujung selatan Ternate.
       Penyerbuan ini bertujuan untuk mengambil jenazah Sultan Khairun. Perjuangan rakyat Kayoa di bawah pimpinan Sultan Baabullah nyaris tak surut hingga Portugis hengkang pada 1575.  Setelah itu, Kesultanan Ternate menjadi penguasa 72 pulau berpenghuni di wilayah timur Nusantara hingga Mindanao Selatan di Filipina dan Kepulauan Marshall.
       Tarian Wajib Sedari kecil, anak-anak Ternate sudah belajar tarian Soya-soya. Tak cuma di kota, tapi hingga kampung- kampung, semua belajar gerakan tarian perang ini.
Bahkan, tarian yang kini menjadi bagian budaya Ma- luku Utara ini menjadi salah satu kesenian yang wajib diikuti oleh murid-murid SD.   Soya-soya kini menjadi atraksi budaya untuk para wisatawan yang datang ke Ternate. Misalnya seperti saat pembukaan Festival Legu Gam 2013, 31 Maret lalu. Soya-soya biasanya ditarikan oleh banyak orang, umumnya pria. Para penari memakai baju lengan panjang putih dan kain serupa rok berwarna merah, hitam, kuning, dan hijau. Dipadu celana panjang hitam dengan ikat kepala kuning yang dinamakan taqoa. Ini merupakan simbol seorang prajurit perang. Para penari juga membawa pedang (ngana- ngana) dan perisai (salawaku). Musik pengiring tarian ini adalah gendang (tifa), gong (saragai), dan gono yang berukuran kecil (tawa-tawwa). 
       Gerakannya lincah, refleksi gerakan menyerang, mengelak dan menangkis. Jumlah penari Soya-soya sendiri tidak ditentukan, bisa hanya empat orang dan bahkan hingga ribuan penari. Seperti pada 2011 lalu digelar Festival Soya- soya selama 30 menit.  Saat itu, 8.125 penari berpartisipasi dan mengukir prestasi dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri). Pemecahan rekor ini menjadi bagian dari Legu Gam 2011.

No comments:

Post a Comment