PENGEMBANGAN
BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA
Malam beranjak pagi, saat para penumpang
mulai turun dari pesawat yang membawa mereka dari Kuala Lumpur, Malaysia. Namun
ratusan penumpang yang lelah itu, tak bisa segera meninggalkan Terminal 3 (T3) Bandara
Soekarno Hatta (Soetta). Antrean panjang mengadang di loket imigrasi. Dari enam
loket yang ada, hanya empat yang terisi. Padahal penumpang yang turun hampir
dua ratus orang. Lelah membuat para penumpang cepat hilang kesabaran. Ricuh pun
pecah.
Kejadian Jumat dini hari itu seolah melengkapi
keluhan tentang buruknya pengelolaan Bandara So- etta. Namun pihak Angkasa
Pura II (AP II) yang membawahi bandara terbesar di Indonesia itu, berkilah
kericuhan itu bukan karena pengelolaan yang buruk, tetapi karena kondisi
darurat. “Peristiwa kemarin itu kebetulan berbarengan saja penumpangnya dari
Mandala dan AirAsia,” ujar Kristanto, Manajer Humas Angkasa Pura II.
Selama ini penerbangan internasional di Terminal 3 memang belum terlalu banyak,
lantaran hanya dua maskapai Mandala dan AirAsia yang melayani penerbangan
internasional di terminal ini.
Sehingga petugas imigrasi lebih banyak
terkonsentrasi di Terminal 2 yang sejak awal dikhususkan untuk penerbangan
internasional. “Jadi, petugas imigrasi di Terminal 3, harus ditambah supaya
pelayanan bisa cepat,” tambah Kristanto. Kristanto juga menampik kejadian
ini disebabkan kelebihan kapasitas. Walaupun diakui jumlah penumpang yang
berlalu lintas di Terminal 3, tahun lalu hampir 4,5 juta orang. Sementara
kapasitasnya hanya 4 juta penumpang per tahun. Namun overkapasitas ini masih
bisa diatasi, walaupun kenyamanan penumpang berkurang.
Setelah sempat anjlok pada 2011, jumlah
penumpang di Terminal 3 memang terus bertumbuh. Bahkan pihak AP II harus menolak
permintaan sejumlah maskapai asing untuk melakukan penerbangan dari Terminal 3.
Alasannya karena sudah overkapasitas. Namun AP II tengah mengembangkan
Terminal 3. Total dana yang disediakan untuk proyek berjuluk T3 Ultimate itu
mencapai Rp4,7 triliun. Secara bertahap kapasitasnya akan ditingkatkan menjadi
22 juta orang per tahun. Pengoperasian pertama, September 2014 akan menambah
kapasitas menjadi 8 juta penumpang per tahun.
Sedangkan seluruh program pengembangan
diharapkan selesai Juli 2015, dengan kapasitas menjadi 25 juta penumpang per
tahun. “Diprediksi proyek ini selesai dan dapat dioperasikan awal 2015.
Pendanaan proyek ini berasal dari internal dan pinjaman perbankan yakni BRI,
Mandiri dan BNI,” tutur Dirut AP II Try Sunoko, Maret lalu. Overkapasitas
memang menjadi masalah kronis bagi Bandara Soetta, sehingga bandara yang
kesibukan nya berada di nomor 16 dunia ini tak masuk dalam jajaran 100 bandara
top dunia. Tahun lalu total jumlah penumpang yang hilir mudik di Bandara
Soetta mencapai 53,68 juta orang.
Padahal kapasitas tiga terminal di
bandara terbesar di In- donesia ini hanya sekitar 22 juta penumpang, kurang
dari separuh jumlah penumpang yang berlintasan di bandara ini. Tidak
mengherankan, jika pintu masuk utama Indonesia ini selalu sesak
penumpang. Selain kapasitas, faktor lingkungan menjadi salah satu aspek
kendala pengembangan Bandara Soetta menjadi bandara berkelas dunia. Ada banyak
faktor sosial lingkungan yang harus dibenahi yaitu mulai parkir sembarang, taksi
gelap, preman atau bahkan pedagang asongan.
Sehingga menambah kapasitas dan
menjadikan Bandara Soetta menjadi bandara kelas dunia (world class airport)
tak serta-merta mengantarnya menjadi bandara terbaik di dunia. Setidaknya ada
39 poin persyaratan yang dinilai konsultan maskapai penerbangan, Skytrax agar
sebuah bandara masuk ke dalam jajaran 100 bandara terbaik. “Ya kalau dari customer
satisfaction itu kita masih 3,57 dari skala 5. Tapi sekarang kita targetkan
di tahun 2015 itu 4,5. Tentunya untuk Bandara Soetta itu 4-4,5,” ujar Sunoko.
No comments:
Post a Comment