Tuesday, March 8, 2016

ATURAN VALAS BARU BANK INDONESIA



KEBIJAKAN BARU BANK INDONESIA

    
      Aturan Bank Indonesia (BI) tentang perdagangan valuta asing menuai protes. namun Bank sentral tak BergemIng, demi mencegah spekulasi dan menjaga nilai RupIah.

      Sudah sepekan ini, Muhammad Idrus gusar. Pemilik money changer di Jakarta ini khawatir usahanya bakal gulung tikar. Penyebabnya, diberlakukannya Surat Edaran (SE) Bank Indonesia (BI)  Nomor 15/3/DPM tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank mulai 1 Mei 2013.

      Aturan ini antara lain mewajibkan pedagang valuta asing (valas) menyerahkan data nasabah sebulan terakhir, jika mau membeli dolar senilai lebih dari US$ 100 ribu di bank. Kewajiban ini dinilai memberi pelu- ang pada bank menyerobot nasabah pedagang valas. Pasalnya, bank juga menggarap bisnis jual beli valas.  “Dalam bisnis seperti ini, enggak mungkin dong data-data nasabah kita kasih ke kompetitor,” ujar Idrus kepada majalah detik.  Sebelum aturan ini diberlakukan, Idrus bersama pu- luhan pedagang valas yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) sudah mendatangi BI.
       Mereka meminta BI merevisi aturan ini.  Para pedagang valas ini mempermasalahkan dua aturan dalam beleid BI itu, yakni kewajiban menye- rahkan data nasabah ke pihak perbankan dan pemba- tasan pembelian valas. Pelaku usaha money changer meminta agar laporan data nasabah sebagai under- lying transaksi valas diserahkan kepada BI sebagai re- gulator, bukan ke bank tempat mereka membeli valas. Sehingga kemungkinan pencurian data nasabah bisa dihindari.  Surat Edaran BI ini juga membatasi pembelian valas berdasar net penjualan sebulan sebelumnya.
       Jika selama bulan April 2013, data net penjualan valas di sebuah money changer sebesar US$ 500 ribu, maka di bulan Mei dan seterusnya money changer tersebut tak boleh melampaui angka US$ 500 ribu. Idrus menilai pembatasan ini akan mengungkung aktivitas para pedagang valas, sehingga menghambat ekspansi usahanya. Terkait sengkarut ini, para pedagang valas telah dua kali bertemu BI. Akhir April, APVA berusaha menemui pihak BI, tetapi tidak diterima. Hingga Surat Edaran BI diterbitkan, 1 Mei lalu permintaan para pengusaha money changer lalu bersama angin.  
       BI kukuh menerapkan aturan ini. Selain akan memudahkan pengawasan peredaran valas, dengan aturan ini segala aksi spekulasi di money changer akan mudah dideteksi. “Aturan ini bertujuan melindungi pedagang valuta asing dari pihak-pihak yang meng- ambil keuntungan jangka pendek,” tegas Difi A. Johansyah, Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI.  Kekhawatiran pedagang valas, bahwa pihak bank akan menyerobot nasabah pedagang valas juga ditepis. “Money changer tidak akan kehilangan nasabah selama pelayanannya baik dan memuaskan,” tegas Difi.  Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel
       Sekuritas menilai kebijakan valas ini adalah salah satu instrumen bank sentral untuk menjaga cadangan devisa dari aksi spekulasi. Ia mengingatkan valas menjadi ajang spekulasi karena suplainya terbatas, sementara kebutuhannya besar. Tanpa pencegahan, rupiah bisa terpuruk karena ulah spekulan. “BI sebagai penjaga gawang devisa memang harus hati-hati,” ujarnya.  Sedangkan ekonom BII, Juniman menilai aturan ini bertujuan untuk mengontrol peredaran valas, sekaligus mencegah praktik pencucian uang.  Meski diakuinya, aturan ini akan memukul bisnis money changer, karena jumlah transaksi dibatasi.
        Mereka juga hanya boleh melakukan transaksi fisik.  Pengusaha money changer yang mencapai 900 orang pun kudu bersiap keuntungannya bakal berkurang. Keuntungan dari bisnis jual beli valas memang menggiurkan. Jika volume transaksi mencapai Rp 176 triliun per tahun, bisa dibayangkan berapa keuntungan yang ditangguk para pedagang valas itu.

No comments:

Post a Comment