KEBIJAKAN BARU BANK INDONESIA
Aturan Bank Indonesia (BI) tentang
perdagangan valuta asing menuai protes. namun Bank sentral tak BergemIng, demi
mencegah spekulasi dan menjaga nilai RupIah.
Sudah sepekan ini,
Muhammad Idrus gusar. Pemilik money changer di Jakarta ini khawatir
usahanya bakal gulung tikar. Penyebabnya, diberlakukannya Surat Edaran (SE)
Bank Indonesia (BI) Nomor 15/3/DPM tentang Pembelian Valuta Asing
terhadap Rupiah kepada Bank mulai 1 Mei 2013.
Aturan ini antara lain mewajibkan
pedagang valuta asing (valas) menyerahkan data nasabah sebulan terakhir, jika
mau membeli dolar senilai lebih dari US$ 100 ribu di bank. Kewajiban ini
dinilai memberi pelu- ang pada bank menyerobot nasabah pedagang valas.
Pasalnya, bank juga menggarap bisnis jual beli valas. “Dalam bisnis seperti
ini, enggak mungkin dong data-data nasabah kita kasih ke kompetitor,” ujar
Idrus kepada majalah detik. Sebelum aturan ini diberlakukan, Idrus
bersama pu- luhan pedagang valas yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Valuta
Asing (APVA) sudah mendatangi BI.
Mereka meminta BI merevisi aturan
ini. Para pedagang valas ini mempermasalahkan dua aturan dalam beleid BI
itu, yakni kewajiban menye- rahkan data nasabah ke pihak perbankan dan pemba-
tasan pembelian valas. Pelaku usaha money changer meminta agar laporan
data nasabah sebagai under- lying transaksi valas diserahkan kepada BI
sebagai re- gulator, bukan ke bank tempat mereka membeli valas. Sehingga
kemungkinan pencurian data nasabah bisa dihindari. Surat Edaran BI ini
juga membatasi pembelian valas berdasar net penjualan sebulan sebelumnya.
Jika selama bulan April 2013, data net
penjualan valas di sebuah money changer sebesar US$ 500 ribu, maka di
bulan Mei dan seterusnya money changer tersebut tak boleh melampaui
angka US$ 500 ribu. Idrus menilai pembatasan ini akan mengungkung aktivitas
para pedagang valas, sehingga menghambat ekspansi usahanya. Terkait sengkarut
ini, para pedagang valas telah dua kali bertemu BI. Akhir April, APVA berusaha
menemui pihak BI, tetapi tidak diterima. Hingga Surat Edaran BI diterbitkan, 1
Mei lalu permintaan para pengusaha money changer lalu bersama angin.
BI kukuh menerapkan aturan ini. Selain
akan memudahkan pengawasan peredaran valas, dengan aturan ini segala aksi
spekulasi di money changer akan mudah dideteksi. “Aturan ini bertujuan
melindungi pedagang valuta asing dari pihak-pihak yang meng- ambil keuntungan
jangka pendek,” tegas Difi A. Johansyah, Direktur Perencanaan Strategis dan
Humas BI. Kekhawatiran pedagang valas, bahwa pihak bank akan menyerobot
nasabah pedagang valas juga ditepis. “Money changer tidak akan
kehilangan nasabah selama pelayanannya baik dan memuaskan,” tegas Difi.
Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel
Sekuritas menilai kebijakan valas ini
adalah salah satu instrumen bank sentral untuk menjaga cadangan devisa dari
aksi spekulasi. Ia mengingatkan valas menjadi ajang spekulasi karena suplainya
terbatas, sementara kebutuhannya besar. Tanpa pencegahan, rupiah bisa terpuruk
karena ulah spekulan. “BI sebagai penjaga gawang devisa memang harus
hati-hati,” ujarnya. Sedangkan ekonom BII, Juniman menilai aturan ini
bertujuan untuk mengontrol peredaran valas, sekaligus mencegah praktik
pencucian uang. Meski diakuinya, aturan ini akan memukul bisnis money
changer, karena jumlah transaksi dibatasi.
Mereka juga hanya boleh melakukan
transaksi fisik. Pengusaha money changer yang mencapai 900 orang
pun kudu bersiap keuntungannya bakal berkurang. Keuntungan dari bisnis jual beli
valas memang menggiurkan. Jika volume transaksi mencapai Rp 176 triliun per
tahun, bisa dibayangkan berapa keuntungan yang ditangguk para pedagang valas
itu.
No comments:
Post a Comment