Pertimbangan Jokowi atas penunjukan Susi
Saya meyakini Ibu Susi akan banyak bikin
terobosan,” kata Jokowi. Maka, sore itu, begitu mengetahui berita di televisi,
kagetlah keluarga besar Susi. Mereka tidak tahu Susi batal ke Amerika dan malah
muncul di Istana. “Ya, banggalah,” kata adik Susi, Fuad Karlan. Masyarakat pun
heboh mendapati tingkah nyentrik Susi. Ia membalikkan stereotip citra pejabat
“baik-baik” yang umum selama ini. Ia memiliki tato di sepanjang betis kanannya
yang, pada saat pelantikan Senin, keesokan harinya, bahkan mengintip di belahan
kebaya Susi. Sebagai pejabat baru,
Susi, yang seorang perempuan, juga tidak
segan merokok di muka umum di lingkungan Istana Negara. Yang juga menjadi
perdebatan, ia ternyata hanya tamatan SMP, sementara menteri lainnya bertitel
profesor. Publik pun ramai membahas sosok pemilik Susi Air tersebut. Komentar
negatif dan positif sama-sama imbang. Di luar soal penampilan fisik dan
pendidikan, mulai tersebar pula suara- suara yang meragukan kredibilitas bisnis
Susi. Susi juga disebut bersuamikan warga negara
jadi
pejabat karena teman-temannya penggede semua,” kata tetangga Susi, Andersen,
yang juga teman bermusik ayah Susi ini. Menurut Sarwono, di luar kedekatannya
dengan para pejabat itu,
Susi memang layak menjadi Menteri KKP.
Susi adalah orang yang dinamis dan cerdas. Akhirnya, Minggu sore, Jokowi
mengumumkan kabinetnya, dan memanggil Susi di urutan kelima. “Ibu Susi ini
wirausahawati pekerja keras. Mulai dari nol sampai bisa menggabungkan dunia
penerbangan dengan asing yang dikhawatirkan bisa mengganggu kerahasiaan
kelautan NKRI. Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) Riza
Damanik sampai mengirim informasi itu dalam bentuk surat kepada Jokowi.
Katanya, Susi dapat menimbulkan konflik kepentingan. “Itu akan selalu sulit
dihindari,” ujar Riza isu miring itu rupanya mengusik Susi.
Susi
pantas kesal waktu kerjanya habis hanya untuk mengklarifikasi isu. Terkait
tudingan soal konflik kepentingan, Susi menyatakan sudah menyerahkan pengelolaan
perusahaannya kepada orang kepercayaan. Susi Air ia serahkan kepada Mayjen
(Purnawirawan) Sudrajat. Sementara, PT ASI Marine Production sudah diserahkan
kepada Rustam Effendi. Ia pun mengaku saat ini menjadi orang tua tunggal--alias
tidak bersuami--bagi tiga anaknya. Pengakuan ini tentu untuk menjawab
kekhawatiran soal bocornya rahasia kelautan negeri ini. “Saya akan menunjukkan
saya punya tanggung jawab. Itu yang saya lakukan,” kata Susi. Soal gayanya yang
nyentrik, Susi pun mengaku tidak akan berubah. “Kalau saya mau berubah seperti
birokrat atau ibu-ibu yang manis dan feminin, saya tidak bisa. Saya sudah 50
tahun seperti ini,” tegasnya.
Sarwono menjamin Susi akan langsung
tancap gas melakukan tugasnya sebagai menteri. “Kalian dapat menteri seperti
Susi, diajak lari. Semoga napas kalian panjang aja,” kata Sarwono
menasihati pegawai KKP. Peringatan Sarwono tampaknya bukan omong kosong. Di
hari pertama kerja, Susi langsung menetapkan jadwal masuk dimajukan dari pukul
08.00 WIB menjadi pukul 07.00 WIB. “Semakin pagi tambah semangat,” ucap Susi.
Ia juga langsung menunjukkan ketegasan dalam memimpin lembaga itu. Ketika
menggelar rapat dengan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), Rabu, 29 Oktober 2014,
Susi beberapa kali “sewot” saat
mengetahui pendapatan kapal 30 GT jauh dari target. Menurut data KKP, kapal 30
GT saat ini berjumlah 5.000 buah. Dalam setahun, pendapatannya diketahui Rp
300 miliar. Berarti satu kapal per tahun hanya bisa menghasilkan Rp 60
juta. Padahal kapal tersebut minum solar subdisi 1,5-2 ton per hari. “Kita
minta (pendapatan) Rp 5-6 triliun. Wajar tidak? Kok diam? Setuju?” tanya Susi.
“Setuju”, jawab peserta rapat. Ia juga akan me-review kembali izin-izin
penangkapan ikan. Dalam dua bulan ini, penerbitan izin baru dimoratorium. Agar
nelayan bisa melaut, ia akan memastikan tersedianya bahan bakar dan berencana
menghapus subsidi solar nelayan. Sebagai gantinya, subsidi itu akan berwujud
alat-alat tangkap yang lebih mendukung. “Let see, i hope i never lose my temper,
but i do my best,” janji Susi.
No comments:
Post a Comment