Friday, March 4, 2016

CERITA PARA JURU MASAK ISTANA




CERITA PARA JURU MASAK ISTANA


         KETIKA Sukijo tengah sibuk mengatur bahan-bahan untuk menu omelet di dapur Istana Merdeka, tiba-tiba Presiden B.J. Habibie datang menghampiri. Pagi itu, 2 April 1999, Habibie akan sarapan bersama mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter, yang menjadi pemantau pemilu di Indonesia. “Yang spesial, Suki. Buat bos Amerika. Kamu masak yang matang,” ujar Habibie sambil mengamati Sukijo mengolah omelet spesial permintaannya. Setelah matang, Sukijo menyajikan menu racikannya itu ke meja Habibie dan Carter. Mantan orang nomor satu negeri adidaya itu berdiri dan menyalami Sukijo. Ketiganya lalu berfoto bersama. “Saya diapit, Pak Habibie di sebelah kiri, Pak Jimmy sebelah kanan. Saya bangga sekali,” tutur Sukijo mengenang masa itu.
         Ia menjadi koki di Istana sejak 1983, pada era Presiden Soeharto. Kala itu dia baru setahun bekerja di dapur Hotel Hilton Jakarta. Kepala chef di tempatnya bekerja mengajak pria asal Karanganyar, Jawa Tengah, itu membantu mempersiapkan jamuan ke Istana. Sejak itu Sukijo menjadi langganan masuk tim katering hotel tempatnya bekerja. Pada zaman Soeharto, ia dan rekan-rekannya kerap dipanggil untuk mempersiapkan jamuan makan di peternakan Tapos milik Soeharto di Bogor atau di padang golf Jagorawi. “Setelah main golf, Pak Harto biasanya rapat sekaligus makan siang dengan menteri- menteri di Jagorawi. Jadi kami nginap di sana menyiapkan untuk breakfast dan makan siang,” ujar ayah empat anak itu.
         Dari lima presiden yang pernah dilayani, Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono, Sukijo mengaku paling dekat dengan Habibie. Bersama istrinya, Ainun, Habibie sering mencic piring, terus kentang. Gus Dur bisa menghabiskan daging sampai 150 gram,” ujar Sukijo. Presiden Yudhoyono menyenangi makanan tradisional. Menu yang harus selalu ada untuk jamuan makan adalah soto ayam. Namun, kata Sukijo, Yudhoyono memiliki pantangan. “Saya selalu diingatkan untuk tidak menyajikan buah tertentu saat jamuan,” ujarnya. Tapi dia menolak menyebut nama buah yang dimaksud. Tentang kesenangan Presiden Yudhoyono terhadap menu tradisional,
       Atun Budiono juru masak lainnya di istana memberi kesaksian serupa. Menurut dia, SBY menyukai menu makanan yang berbahan tahu dan tempe, nasi goreng, soto bangkong serta empal gentong. Karena SBY gemar mengkonsumsi tahu, Atun selalu membuat variasi makanan berbahan tahu di menu makanan sehari-hari. Antara lain Tahu Bumbu Rujak, Tahu Gunting, Tahu Bakso dan Tahu Telur. Salah satu menu kreasi Atun yang sering dipuji oleh SBY adalah Tahu Telur. cipi masakannya sejak masih menjabat Menteri Riset dan Teknologi.
       Ketika itu Sukijo bekerja di Hotel Gran Melia. Tubuhnya yang gempal membuat Habibie menjulukinya si Gendut Suki. Sukijo sering dipanggil untuk memasak di kediaman Habibie ketika ada acara keluarga. Kalau tidak ada acara, pasangan itu mampir ke hotel meminta khusus dimasakkan oleh Sukijo. “Misalnya Ibu Ainun pingin makan di Gran Melia mau breakfast atau dinner pasti cari saya. Mana si Gendut Suki,” ujar Sukijo sambil tertawa.
        Sedangkan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, Sukijo menghitung hanya empat kali memasak di Istana. Gus Dur, kata Sukijo, paling sering memilih steak untuk menu masakan. “Buat Gus Dur biasanya susunan makanannya sudah baku. Sayur di atas, lalu daging.
       Lulus sekolah teknik di Jakarta, anak petani di Karanganyar itu pernah bekerja sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan kecil. Ketika perusahaan akan tutup pada 1976, seorang kawannya menawarkan pekerjaan di Hilton, sebagai staf perawatan dapur. Sukijo bergelut dengan dunia perawatan dapur sekitar lima ta- hun, dengan gaji sekitar Rp 175 per bulan. Hingga suatu hari kepala juru masak dari Jerman mencium kemampuannya dalam hal memasak. Ia pun ditawari mengikuti pelatihan selama tiga bulan. Tapi, baru lima minggu, ia sudah langsung ditempatkan sebagai asisten juru masak. “Suki, kamu bulan depan pindah ke kitchen. Surat-suratnya nanti saya yang urus ke HRD,” ujar Sukijo menirukan ucapan kepala koki. Pada 1982,
        Sukijo resmi bertugas sebagai pendamping juru masak. Setelah 16 tahun di Hilton, Sukijo sempat mengadu nasib di sebuah resor di kawasan wisata Carita, Banten. Tapi, karena jauh dari keluarga, pekerjaan itu cuma dilakoni selama setahun, lalu pindah ke Hotel Shangri-La pada 1994. Dua tahun kemudian, Sukijo ditawari posisi chef banquet di Hotel Gran Melia, yang baru akan beroperasi. Beberapa tahun kemudian dia menempati posisi tertinggi, executive chef. Setelah pensiun, Sukijo memilih membantu putra tertuanya, Eko Suwarto, yang mendirikan Steak Bakul’e. Rumah makan itu berada di kawasan Ubud Village, Ciledug, Tangerang. “Saya bantu ngasih masukan sedikit saja. Dia sudah punya kemampuan masak juga,” kata Sukijo, yang baru pulang menunaikan ibadah haji pada Rabu, 23 Oktober lalu.
       Di luar tim koki hotel bintang, ada juga perusahaan jasa katering yang biasa memasok makanan untuk Istana. Kenanga Catering di Jalan Mayor Oking Jayaatmaja 9, Bogor, salah satunya. Sejak 1991, Kenanga biasa memasok
makanan dan kue-kue untuk acara kenegaraan di Istana Bogor dan Cipanas. “Awalnya sih saya cuma dipercaya memasok makanan untuk Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden),” kata Balqies Batarfie pemilik Kenanga. Kepercayaan itu kemudian meningkat, Balqies diminta menyiapkan katering makanan untuk para menteri dan staf atau tetamu penting lainnya di Istana. Syarat menu yang dihi- dangkan, ujarnya, antara lain tidak pedas dan menu tanpa santan agar tak cepat basi. Karena itu, menu yang disajikan biasanya cenderung monoton, yakni ayam goreng, telur, tumis buncis, perkedel, semur, atau rendang. “Ayam bakar dihindari karena bersantan sehingga bisa cepat basi,” ujar alumnus Jurusan Bahasa Inggris IKIP Jakarta dan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia itu.
       Balqies bisa bertahan lebih dari 20 tahun memasok katering untuk Istana karena kualitas makanannya terjaga, selalu tepat waktu, dan tak pernah menolak pesanan. Ia bersiaga 24 jam untuk melayani klien istimewanya itu. Maklum, pesanan sering kali datang pukul 12 malam. “Pernah tengah malam diorder bikin soto ayam kampung untuk sarapan Pak Harto. Ya, saya kerahkan semua staf di rumah untuk menggedor dari rumah ke rumah cari ayam kampung yang bagus,” kata Balqies. Sehari sebelum Soeharto lengser keprabon, pihak rumah tangga Istana membatalkan semua pesanan. Padahal Balqies mengaku sudah habis Rp 3 juta untuk belanja bahan mentah. “Karena itu force majeure, ya tidak diganti. Tapi apa yang sudah dibeli tetap bisa saya gunakan,” ujarnya. Meski Soeharto lengser, kemitraan dengan Istana tetap berlanjut hingga empat pemerintahan berikutnya, yakni B.J. Habibie, Abdur- rahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.


No comments:

Post a Comment