CERITA PARA JURU MASAK ISTANA
KETIKA Sukijo
tengah sibuk mengatur bahan-bahan untuk menu omelet di dapur Istana Merdeka,
tiba-tiba Presiden B.J. Habibie datang menghampiri. Pagi itu, 2 April 1999,
Habibie akan sarapan bersama mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter, yang
menjadi pemantau pemilu di Indonesia. “Yang spesial, Suki. Buat bos Amerika.
Kamu masak yang matang,” ujar Habibie sambil mengamati Sukijo mengolah omelet
spesial permintaannya. Setelah matang, Sukijo menyajikan menu racikannya itu ke
meja Habibie dan Carter. Mantan orang nomor satu negeri adidaya itu berdiri dan
menyalami Sukijo. Ketiganya lalu berfoto bersama. “Saya diapit, Pak Habibie di
sebelah kiri, Pak Jimmy sebelah kanan. Saya bangga sekali,” tutur Sukijo
mengenang masa itu.
Ia menjadi koki di Istana sejak 1983,
pada era Presiden Soeharto. Kala itu dia baru setahun bekerja di dapur Hotel
Hilton Jakarta. Kepala chef di tempatnya bekerja mengajak pria asal
Karanganyar, Jawa Tengah, itu membantu mempersiapkan jamuan ke Istana. Sejak
itu Sukijo menjadi langganan masuk tim katering hotel tempatnya bekerja. Pada
zaman Soeharto, ia dan rekan-rekannya kerap dipanggil untuk mempersiapkan
jamuan makan di peternakan Tapos milik Soeharto di Bogor atau di padang golf
Jagorawi. “Setelah main golf, Pak Harto biasanya rapat sekaligus makan siang
dengan menteri- menteri di Jagorawi. Jadi kami nginap di sana menyiapkan
untuk breakfast dan makan siang,” ujar ayah empat anak itu.
Dari lima presiden yang pernah
dilayani, Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono, Sukijo mengaku paling dekat
dengan Habibie. Bersama istrinya, Ainun, Habibie sering mencic piring, terus
kentang. Gus Dur bisa menghabiskan daging sampai 150 gram,” ujar Sukijo.
Presiden Yudhoyono menyenangi makanan tradisional. Menu yang harus selalu ada
untuk jamuan makan adalah soto ayam. Namun, kata Sukijo, Yudhoyono memiliki
pantangan. “Saya selalu diingatkan untuk tidak menyajikan buah tertentu saat jamuan,”
ujarnya. Tapi dia menolak menyebut nama buah yang dimaksud. Tentang kesenangan
Presiden Yudhoyono terhadap menu tradisional,
Atun Budiono juru masak lainnya di
istana memberi kesaksian serupa. Menurut dia, SBY menyukai menu makanan yang
berbahan tahu dan tempe, nasi goreng, soto bangkong serta empal gentong. Karena
SBY gemar mengkonsumsi tahu, Atun selalu membuat variasi makanan berbahan tahu
di menu makanan sehari-hari. Antara lain Tahu Bumbu Rujak, Tahu Gunting, Tahu
Bakso dan Tahu Telur. Salah satu menu kreasi Atun yang sering dipuji oleh SBY
adalah Tahu Telur. cipi masakannya sejak masih menjabat Menteri Riset dan
Teknologi.
Ketika itu Sukijo bekerja di Hotel Gran
Melia. Tubuhnya yang gempal membuat Habibie menjulukinya si Gendut Suki. Sukijo
sering dipanggil untuk memasak di kediaman Habibie ketika ada acara keluarga.
Kalau tidak ada acara, pasangan itu mampir ke hotel meminta khusus dimasakkan
oleh Sukijo. “Misalnya Ibu Ainun pingin makan di Gran Melia mau breakfast
atau dinner pasti cari saya. Mana si Gendut Suki,” ujar Sukijo sambil tertawa.
Sedangkan pada masa Presiden Abdurrahman
Wahid, Sukijo menghitung hanya empat kali memasak di Istana. Gus Dur, kata
Sukijo, paling sering memilih steak untuk menu masakan. “Buat Gus Dur
biasanya susunan makanannya sudah baku. Sayur di atas, lalu daging.
Lulus sekolah teknik di Jakarta, anak
petani di Karanganyar itu pernah bekerja sebagai penjaga gudang di sebuah
perusahaan kecil. Ketika perusahaan akan tutup pada 1976, seorang kawannya
menawarkan pekerjaan di Hilton, sebagai staf perawatan dapur. Sukijo bergelut
dengan dunia perawatan dapur sekitar lima ta- hun, dengan gaji sekitar Rp 175
per bulan. Hingga suatu hari kepala juru masak dari Jerman mencium kemampuannya
dalam hal memasak. Ia pun ditawari mengikuti pelatihan selama tiga bulan. Tapi,
baru lima minggu, ia sudah langsung ditempatkan sebagai asisten juru masak.
“Suki, kamu bulan depan pindah ke kitchen. Surat-suratnya nanti saya
yang urus ke HRD,” ujar Sukijo menirukan ucapan kepala koki. Pada 1982,
Sukijo resmi bertugas sebagai
pendamping juru masak. Setelah 16 tahun di Hilton, Sukijo sempat mengadu nasib
di sebuah resor di kawasan wisata Carita, Banten. Tapi, karena jauh dari
keluarga, pekerjaan itu cuma dilakoni selama setahun, lalu pindah ke Hotel
Shangri-La pada 1994. Dua tahun kemudian, Sukijo ditawari posisi chef
banquet di Hotel Gran Melia, yang baru akan beroperasi. Beberapa tahun
kemudian dia menempati posisi tertinggi, executive chef. Setelah
pensiun, Sukijo memilih membantu putra tertuanya, Eko Suwarto, yang mendirikan
Steak Bakul’e. Rumah makan itu berada di kawasan Ubud Village, Ciledug,
Tangerang. “Saya bantu ngasih masukan sedikit saja. Dia sudah punya
kemampuan masak juga,” kata Sukijo, yang baru pulang menunaikan ibadah haji
pada Rabu, 23 Oktober lalu.
Di luar tim koki hotel
bintang, ada juga perusahaan jasa katering yang biasa memasok makanan untuk
Istana. Kenanga Catering di Jalan Mayor Oking Jayaatmaja 9, Bogor, salah
satunya. Sejak 1991, Kenanga biasa memasok
makanan
dan kue-kue untuk acara kenegaraan di Istana Bogor dan Cipanas. “Awalnya sih
saya cuma dipercaya memasok makanan untuk Paspampres (Pasukan Pengamanan
Presiden),” kata Balqies Batarfie pemilik Kenanga. Kepercayaan itu kemudian
meningkat, Balqies diminta menyiapkan katering makanan untuk para menteri dan
staf atau tetamu penting lainnya di Istana. Syarat menu yang dihi- dangkan,
ujarnya, antara lain tidak pedas dan menu tanpa santan agar tak cepat basi.
Karena itu, menu yang disajikan biasanya cenderung monoton, yakni ayam goreng,
telur, tumis buncis, perkedel, semur, atau rendang. “Ayam bakar dihindari
karena bersantan sehingga bisa cepat basi,” ujar alumnus Jurusan Bahasa Inggris
IKIP Jakarta dan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia itu.
Balqies bisa bertahan lebih dari 20
tahun memasok katering untuk Istana karena kualitas makanannya terjaga, selalu
tepat waktu, dan tak pernah menolak pesanan. Ia bersiaga 24 jam untuk melayani
klien istimewanya itu. Maklum, pesanan sering kali datang pukul 12 malam.
“Pernah tengah malam diorder bikin soto ayam kampung untuk sarapan Pak Harto.
Ya, saya kerahkan semua staf di rumah untuk menggedor dari rumah ke rumah cari
ayam kampung yang bagus,” kata Balqies. Sehari sebelum Soeharto lengser
keprabon, pihak rumah tangga Istana membatalkan semua pesanan. Padahal Balqies
mengaku sudah habis Rp 3 juta untuk belanja bahan mentah. “Karena itu force
majeure, ya tidak diganti. Tapi apa yang sudah dibeli tetap bisa saya
gunakan,” ujarnya. Meski Soeharto lengser, kemitraan dengan Istana tetap berlanjut
hingga empat pemerintahan berikutnya, yakni B.J. Habibie, Abdur- rahman Wahid,
Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
No comments:
Post a Comment