Friday, March 4, 2016

KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH KONSERVASI HUTAN



KAWASAN KONSERVASI HUTAN : ASET ATAU BEBAN?

        Pengelolaan kawasan konservasi pada umumnya hanya dianggap sebagai beban. Hal itu terjadi antara lain karena terlalu rendahnya penilaian atas manfaat jasa lingkungan. Valuasi ekonomi terhadap beberapa kawasan konservasi menunjukkan bahwa nilai total bagi perekonomian jauh melampaui nilai produktif dari jenis pemanfaatan lainnya. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat misalnya. Perannya dalam kegiatan pariwisata dan jasa lingkungan, antara lain ketersediaan air bersih untuk pertanian, industri, dan rumah tangga, serta pengendalian tata air, jika dirupiahkan, nilainya tak kurang dari 40 miliar rupiah per tahun (Dokumen IBSAP, 2003). Sedangkan nilai uang yang diperoleh dari penebangan kayu, jika dilakukan di kawasan itu, dikurangi biaya pengelolaan, tak sampai 30 miliar rupiah.

Valuasi Ekonomi
      Manfaat jasa lingkungan pada umumnya hanya dinilai dari dua komponen, yaitu nilai konsumtif dan nilai produktif. Nilai konsumtif adalah manfaat langsung bagi manusia, terutama pangan, sandang dan papan. Masyarakat Indonesia mengonsumsi sedikitnya 100 jenis biji-bijian dan ubi-ubian sebagai sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 450 spesies buah-buahan, 250 jenis sayuran dan jamur. Tak kurang dari 940 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat tradisional, termasuk jenis-jenis liar di hutan. Beberapa jenis tumbuhan obat liar bahkan telah digunakan sebagai bahan baku obat modern. Untuk keperluan bahan bangunan, manusia menggunakan lebih dari 100 spesies kayu, 56 jenis bambu, 150 jenis rotan (KMNLH, 1997).
     Nilai produktif dihitung dari nilai perdagangan. Di Indonesia, produk kehutanan pada dasawarsa 1970-1980 adalah komoditas penting di luar ekspor migas. Ekspor produk perikanan tahun 2000 sekitar US$ 2 miliar. Di dalam negeri, produk jamu olahan tahun 1999 mencapai Rp 200-400 miliar. Produk hutan nonkayu, seperti terpentin, minyak kayu putih, damar dan sutera, bernilai Rp 41 miliar.
     Peningkatan perekonomian yang diupayakan terhadap masyarakat-masyarakat dampingan mitra-mitra GEF SGP Indonesia banyak menyangkut nilai konsumtif dan produktif. Misalnya dicapai dengan melakukan pemanfaatan
sumberdaya alam yang lebih efisien, peningkatan produktifitas lahan, peningkatan nilai tambah dengan pengolahan pascapanen. Di samping nilai konsumtif dan nilai produktif,
keanekaragaman hayati memiliki nilai-nilai lain. Walau umumnya sulit dihitung, nilai-nilai ini sering lebih tinggi dari sekadar nilai konsumtif dan produktifnya.
      Nilai eksistensi. Salah satu bagian dari nilai eksistensi adalah nilai estetika. Nilai uangnya sulit dihitung, tapi manfaat psikologisnya mudah dirasakan. Sebab itu, orang dari negara-negara maju, dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang sudah tinggi, bersedia menyumbang banyak untuk konservasi. Nilai estetika juga umumnya mudah dikemas dan dijual sebagai paket wisata. Nilai eksistensi bukan hanya berkaitan dengan potensi flora       fauna tertentu, tapi mencakup hak hidupnya sebagai bagian dari alam.
     Nilai jasa lingkungan. Keanekaragaman hayati dalam ekosistem memberikan manfaat bagi ekologi maupun manusia. Hutan melindungi keseimbangan tata air, mencegah erosi, menjaga kesuburan tanah, dan mengendalikan iklim mikro. Terumbu karang, mangrove dan padang lamun mencegah abrasi. Hutan mangrove juga menjadi tempat ikan dan udang memijah. Keanekaragaman hayati di dalam suatu ekosistem menjamin kelangsungan rantai makanan dan ruang hidup, termasuk jenis-jenis yang menjadi komoditas manusia. Ekosistem hutan dan laut memiliki kemampuan menyerap karbon, sehingga sangat penting perannya dalam penanggulangan perubahan iklim.
      Nilai warisan. Masyarakat petani di Gunung Halimun menyisihkan sebagian benih dari tiap varietas padi, sehingga keragaman varietas padi terjaga secara turun temurun. Banyak kelompok masyarakat memiliki tradisi menjaga hutan adat, di mana tidak dilakukan eksploitasi ekstraktif, sehingga ada jaminan ketersediaan sumberdaya bagi generasi mendatang.
     Nilai pilihan. Baru sedikit spesies tumbuhan dan hewan di dunia yang sekarang dimanfaatkan oleh manusia. Sebagian lagi belum dimanfaatkan, walaupun sudah diketahui nilainya. Tapi sebagian besar spesies belum. Bahkan
diperkirakan masih banyak yang belum teridentifikasi. Jika ada spesies punah sebelum diidentifikasi, mungkin kerugiannya bagi manusia sangat besar.
     Jika nilai warisan, nilai jasa llingkungan, nilai eksistensi, dan nilai pilihan diperhitungkan sebagai aset, maka sebenarnya beban yang ditanggung oleh masyarakat dalam rangka pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati dapat dikurangi. Dengan kata lain, tidak ada yang harus dikalahkan, kepentingan ekologi atau perekonomian masyarakat. Contohnya simbiose mutualistis antara masyarakat petani dengan kawasan konservasi di Taman Nasional Manupeu-Tanadaru), Taman Nasional Meru Betiri (dan Pegunungan Hyang Argopuro (halaman 27). Masyarakat Tangkahan memanfaatkan nilai eksistensi Taman Nasional Gunung Leuser dengan menjual paket wisata alam (halaman 33). PPLH Puntondo memanfaatkannya untuk pendidikan lingkungan hidup (halaman 34).
      Jadi, kawasan konservasi sebenarnya merupakan aset yang besar. Tantangannya adalah, bagaimana mengembangkan pola pemanfaatan yang berkelanjutan oleh semua stakeholder. Namun ada kalanya timbul
persoalan karena terdapat perbedaan cara pandang, antara standar lokal dengan standar yang diberlakukan oleh stakeholder di luar kawasan yang bersangkutan, terlebih lagi di tingkat global.



    Nilai pemanfaatan tidak langsung dan non- pemanfaatan adalah prioritas
Penekanan pada konservasi, dengan atau tanpa pemanfaatan berkelanjutan
Nilai pemanfaatan langsung (nilai konsumtif dan produktif) lebih atau sama penting
Penekanan pada pemanfaatan berkelanjutan
Spesies endemik dan langka bernilai tinggi Nilai spesies endemik = spesies lain
Keanekaragaman hayati yang liar dan budidaya diperlakukan berbeda
Sumber: Dokumen IBSAP
Tak ada batasan perlakuan antara keanekaragaman hayati liar dan hasil budidaya


No comments:

Post a Comment