Friday, March 4, 2016

KONTROVERSI PEKERJA ASING DI INDONESIA




Dilema pekerja asing di Indonesia

      IndonesIa memang kian menarik bagi pekerja asing. Data Kementerian Tenaga Kerja dan Trans- migrasi (Kemenakertrans) mencatat pada 2009, jumlah ekspatriat yang merumput di Indonesia mencapai 59.557 orang. Angka ini membengkak menjadi 77.300 orang pada 2011. Belakangan, makin banyak pos-pos strategis di perusahaan multinasional yang diisi pekerja asing. Tenaga kerja asing (TKA) ini, tak hanya menduduki posisi direktur atau konsultan, banyak dari mereka yang menduduki level di bawah direksi seperti yang terjadi di pabrik manufaktur di Sukabumi dan Subang, Jawa Barat.
       Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata mencapai 6% per tahun menjadi satu penyebab. Maraknya investasi asing, menambah deras aliran TKA ke Indonesia. Undang-Undang membe- narkan keberadaan TKA se- lama memberikan manfaat bagi tenaga kerja lokal, antara lain lewat transfer teknologi dan keterampilan. Namun, dalam banyak kasus, kedatangan TKA justru kontraproduktif. Membuat tenaga lokal hanya menjadi penonton. Sejumlah kalangan menduga adanya TKA yang ma- suk secara ilegal, dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan di Indonesia. Pasalnya untuk mendatang- kan seorang tenaga kerja asing tidaklah murah. Untuk merekrut seorang TKA dibutuhkan biaya hingga Rp 150 juta. Bahkan muncul dugaan adanya ‘mafia’, baik dari dalam negeri maupun negeri asal pekerja. “Kalau seperti itu kan sayang sekali, apalagi kalau kualitasnya enggak jelas. Jangan sampai orang asing yang di sini adalah orang yang tidak kompeten,” cetus Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi.    
         Fakta bahwa 44% TKA mencari kerja sendiri, bukan atas penugasan perusahaan sebagaimana diungkap survei Bank Indonesia pada 2009, menunjukkan Indo- nesia memang menjadi impian pekerja asing. Untuk itu pemerintah diminta ketat mengawasi masuknya tenaga kerja asing. Apalagi di saat angka pengangguran terus bertambah. Pengawasan dinilai masih lemah, tetapi memang kebijakan ini tak terlepas dari kepemilikan modal yang sebagian dimiliki asing. Walaupun seha- rusnya perusahaan asing menghormati peraturan di Indonesia. “Kalau satu atau dua orang enggak masalah, tapi kalau sampai ratusan orang seperti di Indosat itu tidak benar,” tegasnya. Apa yang diterapkan pemerintah Cina dan India, bisa dijadikan contoh. Di sana tenaga asing digunakan hanya jika memang tidak ada tenaga lokal yang memenuhi kualifikasi.
         Kemenakertrans yang bertanggung jawab atas ‘serbuan’ pekerja asing ini mengaku sudah serius me- nyaring tenaga asing yang masuk ke Indonesia.   “Kita sudah sistem online  untuk perizinan tenaga kerja asing dengan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Jika tidak sesuai ketentuan, otomatis akan ditolak,” ujar Menakertrans, Muhaimin Iskandar. Permenakertrans No. 40/2012, mengatur ada 19 posisi yang ‘haram’ diisi pekerja asing, antara lain untuk perkantoran administrasi dan manajemen SDM. Sementara untuk tenaga ahli dan direksi masih dimungkinkan. Aturan ini diklaim efektif membendung serbuan pekerja asing, sehingga aliran TKA ke Indonesia mulai berkurang. Hingga September 2012 tercatat hanya 57.828 pekerja yang masuk. Soal kesenjangan gaji serta perbedaan perlakuan, Muhaimin mengaku itu di luar kewenangannya. “Jika memang posisinya berbeda, ya wajar kalau gajinya berbeda,” tukasnya.
Perbandingan gaji pekerja asing dengan pekerja lokal
       Profesional asing mulai menyerbu Indonesia sejak awal 2007. Sebelum 2007, pekerja asing di Indonesia didominasi oleh konsultan, meski belakangan bergeser ke jabatan profesional.   Pergeseran ini diduga karena pada awalnya perusahaan lebih banyak menggunakan pekerja asing sebagai konsultan, baik sebagai konsultan manajemen, finansial, SDM hingga konsultan teknologi. Perkembangan pengetahuan dan teknologi, membuat kebutuhan tenaga ahli di bidang yang selama ini ditangani oleh konsultan terus berkembang.
       Kehadiran permanen seorang yang ahli pun kian dibutuhkan, sehingga para konsultan itu diangkat menjadi tenaga kerja. Pada 2011 TKA di Indonesia didominasi pekerja asal Cina (16.149 orang). Disusul Jepang (10.927), Korea Selatan (6.520), India (4.991), Malaysia (4.957), Amerika Serikat (4.425), Thailand (3.868), Australia (3.828), dan Filipina (3.820). Sebagian besar TKA itu adalah tenaga kerja profesional (34.763 orang), disusul konsultan (12.761 orang). Sedangkan di level direktur tercatat ada 6.511 orang.
        Para ekspatriat itu tersebar di sector pariwisata, keuangan dan perbankan, perhubungan dan telekomunikasi. Rata-rata mereka dikontrak se- lama satu hingga tiga tahun. Tingginya pekerja asing asal Cina, Korea dan Jepang tak lepas dari tingginya investasi dari negara-negara itu di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia da- lam beberapa tahun terakhir, khususnya di sektor ke- uangan/pasar modal juga menjadi alasan kedatangan para pekerja asing itu.   Penasaran berapa besar gaji mereka?
         Survei TKA yang dilakukan BI pada 2009, menyebut mayoritas pekerja profesional asing digaji antara Rp 25 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Selain gaji reguler, mereka juga menerima tunjangan jabatan antara Rp 10 juta hingga Rp 25 juta per bulan dan sejumlah fasilitas lainnya. Sedangkan untuk level direktur digaji minimal Rp 50 juta hingga ratusan juta rupiah. Plus tunjangan yang jumlahnya bisa lebih dari Rp 50 juta. Kontras memang dengan perlakuan terhadap pe- kerja lokal yang untuk mendapat status kontrak pun harus berjuang, apalagi mendapatkan upah yang layak. Bahkan untuk pekerja profesional sekalipun, pekerja lokal masih dianggap lebih rendah dibanding pekerja asing.

No comments:

Post a Comment