Friday, March 4, 2016

KISAH PRABOWO SUBIANTO



PRABOWO GAYA dan KISAH KEPEMIMPINANYA



                                        Mantan Prajurit TNI yang sangat berprestasi

        Makan siang para purnawirawan jenderal itu begitu meriah. Riuh tawa menghiasi suasana makan siang di sebuah kantor pencakar langit di Jakarta itu. Hidangan sudah tersaji lengkap. Ada ikan balado, sate ayam, perkedel jagung, sop kacang merah, dan sayur bunga pepaya, dilengkapi dengan kerupuk. Disela-sela makan, berbagai cerita tempo dulu terlontar bersahut-sahutan. Segala cerita kala bertugas sebagai anggota TNI, mulai dari menu makan di barak, kejadian-kejadian saat bertugas hingga pengalaman para jenderal senior itu ketika menghadapi Prabowo, adik kelas mereka. “Halida Hatta terlihat semakin segar ya setelah ke luar dari Gerindra,” ucap seorang jenderal memulai obrolan soal Prabowo. Dari obrolan mengenai Halida yang meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra, obrolan tentang Prabowo pun terus mengalir.
       Pada awal Oktober 2012 itu, memang tengah ramai berita putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo membatalkan deklarasi pencapresan dirinya. Perbincangan semakin panas. Para purnawirawan jenderal itu semakin kritis menguliti Prabowo. Mereka rupanya tidak mau mendukung Prabowo sebagai ca- pres. Para purnawirawan itu menilai gaya kepemim- pinan Prabowo buruk dan pribadinya yang emosional tidak memenuhi syarat sebagai seorang presiden. “Siapapun calonnya, itu tidak masalah asalkan jangan dia,” kata jenderal mantan pejabat itu.  

        Prabowo pernah dikenal sebagai the brightest star, bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Prabowo lulus dari Akabri pada 1974. Kariernya dimulai ketika pada 1976 dipercaya sebagai Komandan Peleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Pada bulan Desember 1978, Prabowo yang sudah berpangkat Kapten, memimpin pasukan Den 28 Kopassus yang ditugaskan untuk membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978.
        Karena prestasi ini, Prabowo mendapatkan kenaikan pangkat. Setelah kembali dari Timor Timur, karier militer Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan “Special Forces Officer Course” di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggung jawab sebagai Komandan Batalion Infanteri Lintas Udara.
        Salah satu pencapaian Prabowo saat menjadi pimpinan Kopassus adalah Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma pada 1996. Saat itu, 12 peneliti disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz ‘95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Lima orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan tujuh sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman. Sejarah mencatat, karier 24 tahun dalam dinas militer tidak sekadar mengantarkan Prabowo menjadi jenderal berbintang tiga. Ia pun menjadi bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Ia juga dikenal cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD. Namun karier cemerlang Prabowo berakhir begitu Soeharto lengser dari Presiden.
        Sehari setelah sang mantan mertua mundur, pada 21 Mei 1998, Prabowo pun ikut digusur. Ia bahkan dipersalahkan sebagai dalang penulikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi yang menuntut Soeharto mundur pada 1997.

         “Peradilan DKP (Dewan Kehormatan Perwira) menjelaskan Prabowo yang memerintahkan penculikan,” jelas Mugiyanto. Pada Agustus 1998, DKP yang beranggotakan Wiranto, SBY, Fachrul Razi dan Subagyo HS, memang menyatakan Prabowo bersalah dalam menafsirkan perintah. Prabowo pun kemudian dipecat. “Kan waktu itu sudah ada DKP, dia dipecat,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar.

         Setelah pensiun dini dari TNI, Prabowo coba meraih kesuksesan di jalan politik. Setelah lama menghilang, sejak reformasi 1998, Ia kemudian mendirikan Partai Gerindra pada 2008. Sayang, nama besarnya tidak mampu mengangkat partai yang telah dibangun dengan dana yang tidak sedikit itu. Bahkan belakangan banyak pengurusnya yang hengkang dari partai itu. Isunya, mereka kecewa berat dengan gaya kepemimpinan Prabowo yang otoriter.
         Salah satu tokoh yang mengundurkan diri itu adalah Halida Hatta. Rumor menyebut, Halida hengkang dari Gerindra pada Juli 2012 karena sudah tidak kerasan dengan sistem kepengurusan partai itu yang kacau balau. Seorang sumber yang mengenal Halida menutur- kan, putri Bung Hatta ini kecewa pada Prabowo. Ha- lida berhasil memperoleh suara signifikan di daerah pemilihannya, DKI Jakarta II, tapi partai tidak mem- perjuangkan atas apa yang diperolehnya. Namun saat dikonfirmasi, Halida memberi alasan yang berbeda. “Saya harus membuat pilihan antara sebagai profesional atau berkecimpung sebagai akti- vis politik dan saya memilih sebagai profesional,” kata Halida
          Sejumlah pengurus partai di daerah mengeluhkan kepengurusan partai yang sering berganti secara mendadak, tanpa melalui rapat kerja atau forum resmi partai. Sebab semua keputusan partai ada di tangan Prabowo seorang. Soal putusan sepihak Prabowo yang otoriter sempat dikeluhkan Muhammad Harris Indra, mantan Ketua Bidang Pertahanan DPP Gerindra, lewat surat terbukanya beberapa waktu lalu. Protes yang dilayangkan Indra terkait pemberhentian Fami Fachrudin, Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan DPP Partai Gerindra oleh Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Pemberhentian Fami dinilai Harris sebagai tragedi demokrasi di Gerindra. “Kami ingin meng- abdi kepada Republik, melalui ide dan gagasan Prabowo. Namun jika Prabowo menyelingkuhi ide dan gagasannya sendiri, maka kita patut untuk mengoreksi kekeliruan itu, dan bukan untuk mendiamkan,” ujar Harris dalam surat protes
           Bagi kalangan TNI, sikap Prabowo yang otoriter dan sekehendak hati bukan hal yang baru. seorang purnawirawan TNI, yang enggan namanya disebut, mengatakan, sejak masih berdinas di TNI, sikap Prabowo yang seperti itu sering dilakukan. “Biasa. Malah dia merusak sistem menurut saya,” ujarnya. Sumber itu memberi contoh, saat Prabowo jadi Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), jumlah personel pasukan elite itu mengalami pengurangan. Mengingat beban anggaran saat itu, personel Kopassus yang sebelumnya berjumlah 5.000 personel dipangkas separuhnya, jadi 2.500 personel, tetapi anggarannya tidak dikurangi. Namun ketika Prabowo menjabat tanpa koordinasi dengan institusi dan senior-seniornya, jumlah personel dibesarkan lagi. Semua petinggi TNI tidak bisa berbuat banyak lantaran Prabowo adalah menantu Soeharto, presiden yang juga sebagai panglima tertinggi TNI.
          Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit juga menilai Prabowo sebagai sosok yang tidak stabil dan gampang meledak sehingga tidak cocok sebagai pemimpin. “Dia bisa meledak-ledak, enggak bisa sabar meng- hadapi krtitik, enggak ada jaminan telaten menghadapi perbedaan, kritik dan kontroversi, bagaimana dalam demokrasi orang seperti itu mendapat kepercayaan?” kritik Arbi. Tudingan Prabowo merupakan sosok yang otoriter dibantah Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi. Pemecatan terhadap pengurus partai tidak pernah dilakukan secara sewenang-wenang. “Saya kira tidak (sewenang-wenang). Walaupun  tentu saja hampir semua orang yang diganti tidak puas, merasa tidak bersalah,” kata Suhardi
         
egala cerita kala bertugas sebagai anggota TNI, mulai dari menu makan di barak, kejadian-kejadian saat bertugas hingga pengalaman para jenderal senior itu ketika menghadapi Prabowo, adik kelas mereka. “Halida Hatta terlihat semakin segar ya setelah ke luar dari Gerindra,” ucap seorang jenderal memulai obrolan soal Prabowo. Dari obrolan mengenai Halida yang meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra, obrolan tentang Prabowo pun terus mengalir.

       Pada awal Oktober 2012 itu, memang tengah ramai berita putra begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo membatalkan deklarasi pencapresan dirinya. Perbincangan semakin panas. Para purnawirawan jenderal itu semakin kritis menguliti Prabowo. Mereka rupanya tidak mau mendukung Prabowo sebagai ca- pres. Para purnawirawan itu menilai gaya kepemim- pinan Prabowo buruk dan pribadinya yang emosional tidak memenuhi syarat sebagai seorang presiden. “Siapapun calonnya, itu tidak masalah asalkan jangan dia,” kata jenderal mantan pejabat itu.  

        Prabowo pernah dikenal sebagai the brightest star, bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Prabowo lulus dari Akabri pada 1974. Kariernya dimulai ketika pada 1976 dipercaya sebagai Komandan Peleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Pada bulan Desember 1978, Prabowo yang sudah berpangkat Kapten, memimpin pasukan Den 28 Kopassus yang ditugaskan untuk membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978.
        Karena prestasi ini, Prabowo mendapatkan kenaikan pangkat. Setelah kembali dari Timor Timur, karier militer Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan “Special Forces Officer Course” di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggung jawab sebagai Komandan Batalion Infanteri Lintas Udara.
        Salah satu pencapaian Prabowo saat menjadi pimpinan Kopassus adalah Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma pada 1996. Saat itu, 12 peneliti disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz ‘95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Lima orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan tujuh sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman. Sejarah mencatat, karier 24 tahun dalam dinas militer tidak sekadar mengantarkan Prabowo menjadi jenderal berbintang tiga. Ia pun menjadi bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Ia juga dikenal cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD. Namun karier cemerlang Prabowo berakhir begitu Soeharto lengser dari Presiden.
        Sehari setelah sang mantan mertua mundur, pada 21 Mei 1998, Prabowo pun ikut digusur. Ia bahkan dipersalahkan sebagai dalang penulikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi yang menuntut Soeharto mundur pada 1997.

         “Peradilan DKP (Dewan Kehormatan Perwira) menjelaskan Prabowo yang memerintahkan penculikan,” jelas Mugiyanto. Pada Agustus 1998, DKP yang beranggotakan Wiranto, SBY, Fachrul Razi dan Subagyo HS, memang menyatakan Prabowo bersalah dalam menafsirkan perintah. Prabowo pun kemudian dipecat. “Kan waktu itu sudah ada DKP, dia dipecat,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar.

         Setelah pensiun dini dari TNI, Prabowo coba meraih kesuksesan di jalan politik. Setelah lama menghilang, sejak reformasi 1998, Ia kemudian mendirikan Partai Gerindra pada 2008. Sayang, nama besarnya tidak mampu mengangkat partai yang telah dibangun dengan dana yang tidak sedikit itu. Bahkan belakangan banyak pengurusnya yang hengkang dari partai itu. Isunya, mereka kecewa berat dengan gaya kepemimpinan Prabowo yang otoriter.
         Salah satu tokoh yang mengundurkan diri itu adalah Halida Hatta. Rumor menyebut, Halida hengkang dari Gerindra pada Juli 2012 karena sudah tidak kerasan dengan sistem kepengurusan partai itu yang kacau balau. Seorang sumber yang mengenal Halida menutur- kan, putri Bung Hatta ini kecewa pada Prabowo. Ha- lida berhasil memperoleh suara signifikan di daerah pemilihannya, DKI Jakarta II, tapi partai tidak mem- perjuangkan atas apa yang diperolehnya. Namun saat dikonfirmasi, Halida memberi alasan yang berbeda. “Saya harus membuat pilihan antara sebagai profesional atau berkecimpung sebagai akti- vis politik dan saya memilih sebagai profesional,” kata Halida
          Sejumlah pengurus partai di daerah mengeluhkan kepengurusan partai yang sering berganti secara mendadak, tanpa melalui rapat kerja atau forum resmi partai. Sebab semua keputusan partai ada di tangan Prabowo seorang. Soal putusan sepihak Prabowo yang otoriter sempat dikeluhkan Muhammad Harris Indra, mantan Ketua Bidang Pertahanan DPP Gerindra, lewat surat terbukanya beberapa waktu lalu. Protes yang dilayangkan Indra terkait pemberhentian Fami Fachrudin, Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan DPP Partai Gerindra oleh Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Pemberhentian Fami dinilai Harris sebagai tragedi demokrasi di Gerindra. “Kami ingin meng- abdi kepada Republik, melalui ide dan gagasan Prabowo. Namun jika Prabowo menyelingkuhi ide dan gagasannya sendiri, maka kita patut untuk mengoreksi kekeliruan itu, dan bukan untuk mendiamkan,” ujar Harris dalam surat protes
           Bagi kalangan TNI, sikap Prabowo yang otoriter dan sekehendak hati bukan hal yang baru. seorang purnawirawan TNI, yang enggan namanya disebut, mengatakan, sejak masih berdinas di TNI, sikap Prabowo yang seperti itu sering dilakukan. “Biasa. Malah dia merusak sistem menurut saya,” ujarnya. Sumber itu memberi contoh, saat Prabowo jadi Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), jumlah personel pasukan elite itu mengalami pengurangan. Mengingat beban anggaran saat itu, personel Kopassus yang sebelumnya berjumlah 5.000 personel dipangkas separuhnya, jadi 2.500 personel, tetapi anggarannya tidak dikurangi. Namun ketika Prabowo menjabat tanpa koordinasi dengan institusi dan senior-seniornya, jumlah personel dibesarkan lagi. Semua petinggi TNI tidak bisa berbuat banyak lantaran Prabowo adalah menantu Soeharto, presiden yang juga sebagai panglima tertinggi TNI.
          Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit juga menilai Prabowo sebagai sosok yang tidak stabil dan gampang meledak sehingga tidak cocok sebagai pemimpin. “Dia bisa meledak-ledak, enggak bisa sabar meng- hadapi krtitik, enggak ada jaminan telaten menghadapi perbedaan, kritik dan kontroversi, bagaimana dalam demokrasi orang seperti itu mendapat kepercayaan?” kritik Arbi. Tudingan Prabowo merupakan sosok yang otoriter dibantah Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi. Pemecatan terhadap pengurus partai tidak pernah dilakukan secara sewenang-wenang. “Saya kira tidak (sewenang-wenang). Walaupun  tentu saja hampir semua orang yang diganti tidak puas, merasa tidak bersalah,” kata Suhardi
         

No comments:

Post a Comment